Projustice – Garuda Indonesia merupakan maskapai penerbangan kebanggaan milik Pemerintah Indonesia yang telah menerima sederet penghargaan antara lain penghargaan dari Changi Airline Award sebagai Best Airline Marketing Nominee.
Selain itu, pada tahun 2019 Garuda pernah mendapat penghargaan dari BUMN Track Magazine sebagai Juara I, Kategori Pengelolaan Pelanggan terbaik.
Sederet penghargaan yang diterima oleh Garuda Indonesia ini tentunya di peroleh atas berkat kerja keras dari tim management Garuda Indonesia beserta seluruh jajarannya.
Sebagai pelanggan, kita juga merasakan bahwa fasilitas yang disediakan Garuda Indonesia seperti lounge dan makanan yang disediakan pada saat di udara melengkapi nikmatnya terbang bersama Garuda Indonesia.
Tetapi fasilitas itu sebenarnya wajar, karena harga tiket Garuda Indonesia memang agak sedikit lebih mahal dibandingkan maskapai lainnya yang mengusung penerbangan murah atau low cost carrier (LCC).
Masa Pandemi Covid-19
Tidak terkecuali Garuda Indonesia, seluruh maskapai domestik maupun internasional sebenarnya mengalami penurunan pendapatan sehubungan dengan penyebaran Covid-19 di tanah air.
Puncaknya, Pemerintah memberlakukan pembatasan penerbangan dengan menutup sejumlah bandara di beberapa daerah pada bulan april sampai juli tahun 2020 sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Selain itu, Pemerintah juga menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain.
Seperti halnya pada lebaran Idul Fitri tahun ini, masyarakat dihimbau untuk tidak melakukan mudik ke kampung halaman masing-masing.
Khusus di DKI Jakarta, Pemerintah Daerah memberlakukan wajib memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) bagi pendatang maupun warga DKI Jakarta yang mau melaksanakan perjalanan keluar kota.
Pembatalan Penerbangan oleh Garuda
Mungkin kami adalah salah satu dari ribuan calon penumpang Garuda Indonesia yang dibatalkan penerbangan sehubungan dengan darurat Covid-19.
Pembatalan penerbangan ini terpaksa dilakukan oleh Garuda Indonesia karena kebijakan pemerintah menutup sejumlah bandara di Indonesia pada waktu itu.
Di negara lain seperti Malaysia, juga menerapkan pembatasan penerbangan internasional, salah satu penerbangan yang belum bisa masuk ke malaysia adalah penerbangan yang berasal dari Indonesia.
Oleh karena itu, pada awal tahun 2020 lalu Garuda Indonesia terpaksa membatalkan penerbangan kami tujuan Jakarta-Kuala Lumpur melalui pemberitahuan email yang disebabkan oleh darurat Covid-19.
Kronologis
Awalnya, kami melakukan pemesanan tiket melalui aplikasi Garuda dengan sistem redeem point pada tanggal 26 Januari 2020 jauh sebelum ditetapkannya masa darurat Covid-19 oleh Pemerintah.
Tiket untuk 3 orang dengan jadwal penerbangan Jakarta-Kuala Lumpur tanggal 28 Maret 2020.
Pada tanggal 17 Maret 2020, pihak Garuda memberitahukan perubahan jadwal penerbangan kami yang semula tanggal 28 Maret 2020 mejadi tanggal 2 April 2020 melalui email.
Mengingat perubahan jadwal penerbangan hanya dilakukan sepihak oleh Garuda, maka kami mencoba menghubungi contact Garuda untuk komplain terkait perubahan jadwal penerbangan tersebut.
Beberapa kali percobaan telp gagal (tidak tersambung), kami memutuskan untuk datang langsung ke counter sales Garuda yang bertempat di Plaza Senayan City.
Baca juga: Syarat dan Prosedur Perjalanan Menggunakan Pesawat di Masa Covid-19
Disana kami bertemu dengan petugas counter yang bernama Uli, singkat cerita kami memohon refund (pengembalian dana tiket pesawat) karena perubahan jadwal penerbangan tidak kami setujui.
Petugas menyanggupi pengembalian dana melalui Kartu Kredit, dan kami telah memberikan data Kartu Kredit yang diperlukan untuk proses refund tersebut (bukti transkip email tanggal 18 Maret 2020 jktsales-of.senci@garuda-indonesia.com).
Untuk proses refund melalui Kartu Kredit ini, kami dijanjikan akan diproses maksimal dalam 1 bulan sejak dimohonkan.
Namun beberapa hari sejak dimohonkan, kami menerima telepon dari pihak Garuda yang menyampaikan informasi bahwa pengajuan refund melalui Kartu Kredit tidak dapat dilakukan.
Kami sungguh kecewa dengan pembatalan sepihak ini dari pihak Garuda, karena pada saat itu petugas counter telah menyanggupi refund melalui Kartu Kredit.
Di hari yang berbeda kami kembali mendapat telepon dari pihak Garuda, mereka masih menawarkan refund dalam bentuk voucher tetapi kami tolak, sehingga pihak Garuda menyarankan kami untuk mengajukan keberatan melalui email.
Pengajuan keberatan itu telah kami sampaikan melalui email yang ditujukan ke jktsales-of.senci@garuda-indonesia.com pada tanggal 20 Maret 2020 namun tidak mendapat balasan dari pihak Garuda.
Melihat pengajuan keberatan kami tidak di respon, kami memutuskan untuk mendatangi counter sales Garuda Senayan City.
Disana kami bertemu dengan petugas counter yang memberikan solusi perubahan jadwal penerbangan tanpa dikenai biaya setelah berdebat panjang lebar karena mereka masih ngotot refund dalam bentuk voucher.
Perubahan Jadwal Penerbangan (Reschedule)
Mengingat pihak Garuda tidak dapat mengabulkan pengembalian dana secara cash atau melalui kartu kredit, akhirnya kami mengalah dan menerima solusi perubahan jadwal penerbangan.
Saat itu kami memutuskan untuk merubah penerbangan dari semula tanggal 2 April 2020 (reschedule sepihak) menjadi tanggal 20 Agustus 2020.
Namun sampai saat tulisan ini diterbitkan (tanggal 19 Agustus 2020), pihak Garuda belum bisa memberikan kepastian soal keberangkatan kami, padahal Malaysia saat ini belum bisa menerima penerbangan dari Indonesia.
Mengetahui berita tersebut, kami kembali mendatangi counter sales Garuda Senayan City dan menanyakan soal kepastian penerbangan kami tanggal 20 Agustus 2020.
Kedatangan kami yang kesekian kalinya ini didasarkan adanya email pemberitahuan dari pihak Garuda melalui email bahwa penerbangan dapat dilakukan cancel atau rechedule sesuai email itinerary@amadeus.com tanggal 13 Agustus dan 17 Agustus 2020 (bukti email terlampir).
Kamipun kembali dikecewakan dengan pelayanan Garuda yang menyatakan bahwa refund hanya dapat dilakukan melalui voucher.
Tidak seperti komplain kami sebelumnya yang mendapatkan solusi merubah jadwal penerbangan, komplain kami kali ini sama sekali tidak diperkenankan merubah jadwal penerbangan.
Kami sangat menyayangkan perlakuan Garuda yang hanya memperbolehkan refund melalui voucher.
Dasar Hukum Refund Melalui Voucher
Mengingat diperlakukan tidak adil seperti ini, kami lantas menanyakan dasar kebijakan refund melaui voucher kepada petugas counter yang saat itu berstatus sebagai petugas training (label baju petugas).
Petugas kemudian memperlihatkan aturan yang dijadikan landasan untuk refund melalui voucher dan kami meminta untuk dicetak diatas kertas.
Melihat aturan yang disampaikan, kami kaget karena aturan itu hanya dibuat sepihak oleh pihak Garuda yang dipublikasi melalui situs Garuda.
Aturan itu tidak tampak seperti peraturan resmi kami tidak ada pejabat yang menandatangan aturan tersebut, dan tidak menyebutkan dasar hukum yang dijadikan landasan untuk menerbitkan aturan dimaksud.
Ketika kami mengkonfirmasi siapa pejabat Garuda yang menerbitkan aturan tersebut, petugas tidak bisa menjelaskannya.
Seharusnya sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menerbitkan aturan Garuda harus berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan penelurusan kami, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur dibolehkannya refund menggunakan voucher.
Oleh karena itu, refund melalui voucher baru dapat dilakukan ketika calon penumpang setuju dengan kebiijakan tersebut.
Refund melalui voucher ini tidak memperhatikan keadaan ekonomi masyarakat yang terkena dampak Covid-19.
Saat ini masyarakat tentunya membutuhkan pengembalian uang cash daripada voucher yang seolah olah memaksa calon penumpang untuk terbang padahal situasi sedang darurat Covid-19.
Kebijakan refund melalui voucher juga bertolak belakang dengan kebijakan Kementerian BUMN yang merencanakan pemberian insentif gaji sebesar Rp. 600.000 kepada karyawan yang memiliki gaji dibawah Rp. 5.000.000.
Alat pembayaran yang sah menurut ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
Voucher bukan alat pembayaran yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, Garuda seharusnya tidak bisa memaksakan refund dalam bentuk voucher kepada calon penumpangnya.
Selain uang tunai dengan mata uang rupiah yang terbuat dari kertas atau logam yang sudah ditentukan didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia juga sudah mengatur dan menetapkan sistem dan alat pembayaran yang sah.
Adapun alat pembayaran yang sah menurut Bank Indonesia yakni:
1. Cek dan bilyet giro
2. kartu ATM/Debit
3. Kartu Kredit
4. Uang Elektronik
5. System Transfer Bank Indonesia Real Time Gross Seatlement (BI-RTGS)
6. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
7. Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU)
Memperhatikan penjelasan tersebut diatas, calon penumpang mempunyai hak untuk menolak pengembalian dana tiket pesawat (refund) dalam bentuk voucher yang ditawarkan oleh Garuda, mengingat metode pembayaran tersebut bukanlah alat pembayaran yang sah menurut ketentuan perundang-undangan.
Garuda harus menyadari, bahwa masyarakat saat ini sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat terkena dampak virus corona.
Sudah seharusnya Garuda mengembalikan dana tiket pesawat dalam bentuk uang cash atau melalui alat pembayaran lain yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Comment on “Ekonomi Sedang Susah, Garuda Malah Menawarkan Refund Dalam Bentuk Voucher”