projustice.id Pemerintah batal revisi UU ITE, berikut pasal karet yang menjerat pengguna medso

Pemerintah batal revisi UU ITE, berikut pasal karet yang menjerat pengguna medso

Beranda Forum Hukum Pidana Pemerintah batal revisi UU ITE, berikut pasal karet yang menjerat pengguna medso

Melihat 1 tulisan (dari total 1)
  • Penulis
    Tulisan-tulisan
  • #640
    nilfahasana
    Peserta

    Pemerintah memastikan tidak akan mengubah Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang info dan Transaksi elektronik (ITE).

    Kepastian tidak adanya perubahan Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 ihwal gosip serta Transaksi elektronika (ITE) ini disampaikan eksklusif oleh Menteri koordinator Bidang Politik, hukum dan Keamanan (Polhukam) Moh. Mahfud MD, pekan kemudian pada Jakarta.

    dari Menko Polhukam Mahfud MD pertimbangan buat tidak membarui Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 perihal isu dan Transaksi elektronik (ITE) sesuai yang akan terjadi tim kajian yg dibuat pemerintah sejak ada perintah Presiden jokowi di ketika memberikan pengarahan pada Peserta rapat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia-Polri, Istana Negara, 15 Februari 2021.

    dari Mahfud, pemerintah sudah menghasilkan dua tim, yakni tim pertama buat melakukan kajian tentang implementasi teknis, yg berisi ketua Kepolisian Republik Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) serta Jaksa Agung. sementara tim kedua bertugas buat mengkaji substansi berasal Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 ihwal info dan Transaksi elektronika (ITE).

    berdasarkan Mahfud, konklusi tim ihwal Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 wacana info serta Transaksi elektronik (ITE) terdapat empat hal:

    Pertama, Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 perihal info serta Transaksi elektronik (ITE) masih sangat diharapkan, buat mengantisipasi dan menghukumi dunia digital, sebagai akibatnya tak akan ada pencabutan UU ITE tadi.

    “di seluruh dunia sedang memperbaiki serta yang belum punya UU ITE sedang membuatnya, yg telah punya ditelaah lagi buat memperketat,” ucapnya.

    kedua, buat mengatasi kesamaan galat tafsir serta tidak sama penerapan, Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 wacana informasi dan Transaksi elektronika (ITE), maka pemerintah akan membuat panduan teknis kriteria implementasi yg nanti diwujudkan berupa Surat Keputusan bersama (SKB) antara tiga pimpinan instansi yakni Menteri Komunikasi serta Informatika, Jaksa Agung serta kepala kepolisian republik indonesia.

    “Bentuknya pedoman, menjadi buku saku atau pintar bagi rakyat polisi dan jaksa pada seluruh Indonesia (mengenai Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi elektronik /ITE),” istilah Mahfud MD .

    Ketiga, akan ada revisi semantik atau revisi terbatas sangat mungil di Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 ihwal isu dan Transaksi elektronika (ITE). Revisi ini berupa penambahan frasa serta tambahan di penerangan UU, seperti penjelasan atau definisi mengenai penistaan, rekaan, keonaran.

    menjadi akibatnya tidak dari-asalan di menterjemahkan,” ucapnya.

    Poin keempat adalah penambahan pasal 45C pada Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 ihwal gosip dan Transaksi elektro (ITE). Hanya saja Mahfud tidak memberikan perincian apa isi asal pasal 45C tadi.

    pada kesempatan itu guru besar Fakultas aturan Universitas Islam Indonesia (UII) ini jua mengungkapkan, nantinya sebagian asal pasal-pasal pada Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 perihal gosip serta Transaksi elektronik (ITE) ini pula sudah dimasukkan di rancangan buku Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) yg telah dibahas pada dpr namun gagal di sahkan dalam masa pemerintahan presiden joko widodo periode pertama.

    sesuai Mahfud nantinya supaya Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang berita dan Transaksi elektronik (ITE) selaras menggunakan KUHP yang baru, akan ada pasal peralihan agar hukum di UU ITE tersebut permanen berlaku meskipun diatur di buku undang-undang hukum pidana.

    friksi masyarakat supaya pemerintah mencabut atau merevisi UU Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 wacana gosip serta Transaksi elektro (ITE) karena beleid ini poly memakan korban rakyat yg bermaksud mengkritisi kebijakan pemerintah.

    Damar Juniarto, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) (21/4) menyebut pada laporan yg mereka analisis ihwal situasi dan kondisi pemenuhan hak-hak digital pada Indonesia selama tiga tahun terakhir memberikan, situasi hak-hak digital di Indonesia kian memburuk.

    SAFEnet menyebut status Waspada di tahun 2018, kemudian meningkat Siaga Satu di tahun 2019.
    “Indonesia semakin mendekati otoritarianisme digital karena di tahun 2020 meningkat statusnya sebagai Siaga 2,” ungkap Damar.

    Laporan SAFEnet mengungkap sepanjang 2020, jerat persoalan kriminal terhadap pengguna internet semakin semakin tinggi.

    Mereka mencatat ada 84 dilema pemidanaan terhadap rakyat, atau naik tajam dibandingkan menggunakan tahun 2019 yang hanya 24 persoalan.

    ketua Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Nenden Sekar Arum menambahkan, yang paling poly adalah pasal 28 ayat 2 dan pasal 27 ayat tiga Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 perihal info dan Transaksi elektronika (ITE) namun ada pula penggunaan pasal lain mirip pasal 14 serta 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan hukum Pidana.

    Pasal lain yg menjerat warga adalah Pasal 28 ayat 1 wacana Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 wacana isu serta Transaksi elektronika (ITE) fakta dusta konsumen, terhadap aktivis buruh, pelajar dan mahasiswa yang poly terjerat perkara pidana menggunakan pasal karet UU ITE.

    seperti kita tahu, sebelumnya Presiden joko widodo memerintahkan pada ketua Kepolisian Republik Indonesia (kepala kepolisian republik indonesia) Listyo Sigit Prabowo buat membuat pedoman dalam pelaksanaan penegakan aturan Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 ihwal berita serta Transaksi elektronik (ITE).

    panduan ini bertujuan agar semua anggota kepolisian tidak memiliki penafsiran sendiri-sendiri di perangkat lunak Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang isu serta Transaksi elektro (ITE) tadi.

    “saya minta kepada kepala kepolisian republik indonesia agar jajarannya selektif menyikapi dan mendapatkan laporan pelanggaran terhadap UU ITE. Hati-hati menggunakan pasal-pasal yang bisa mengakibatkan multi tafsir, harus diterjemahkan secara hati-hati. buat pedoman interpretasi UU ITE izin jelas!,” istilah Presiden joko widodo ketika memberikan pengarahan pada Peserta rapat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia-Polisi Republik Indonesia, Istana Negara, 15 Februari 2021.

    menurut Presiden, belakangan ini banyak warga masyarakat saling melaporkan terjadinya pelanggaran aturan sebagai akibatnya menyebabkan adanya proses aturan yg kurang memenuhi rasa keadilan.

    Meskipun demikian Presiden jokowi menyadari pelapor tadi terdapat acum hukumnya, yakni UU ITE. Presiden joko widodo jua memahami semangat Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 wacana berita serta Transaksi elektronika (ITE) ini buat menjaga agar ruang digital Indonesia bisa higienis serta sehat, dan beretika dan bisa dimanfaatkan sang masyarakat secara produktif.

    “tapi implementasinya serta pelaksanaannya jangan justru menyebabkan rasa ketidakadilan,” tandas Presiden jokowi

    karena itu Presiden joko widodo memerintahkan ketua kepolisian republik indonesia agar menaikkan pengawasan menjadi akibatnya agar implementasi berasal panduan tersebut tetap berjalan menggunakan konsisten akuntabel serta berkeadilan.

    “Bila UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan meminta dewan perwakilan rakyat buat beserta-sama merevisi UU ITE ini karena pada sinilah hulunya,” tandas Presiden joko widodo

    Presiden joko widodo pula menegaskan revisi Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang isu serta Transaksi elektro (ITE) ini terutama buat menghapus pasal -pasal karet yg penafsiranya fc206ad04f4e2453ce9aad41266780bc serta praktis dintepretasikan secara sepihak sang aparat penegak aturan.

    rakyat Indonesia pengguna media awam atau Medsos wajib lebih bijak di menggunakan media umum buat mengekspresikan kebebasan beropini agar tidak terjerat kasus pidana.

    Selain itu, aktualisasi diri kebebasan berpendapat ini wajib memegang etika supaya tak terjerat pada masalah hukum pidana di Undang Undang No 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang gosip dan Transaksi elektro (ITE).

    sebab UU ITE ini akan praktis memidanakan duduk perkara pencemaran nama baik, penghinaan serta ujaran kebencian.

    dalam catatan Treviliana Eka Putri, Manager Riset Center For Digital Society (CFDS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) melansir data dari Safenet bacaan takbiran kasus pidana menggunakan Undang-Undang No 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 perihal info serta Transaksi elektronika (ITE) sampai 30 Oktober 2020, mencapai 324 kasus.

    “Spirit UU ITE seharusnya buat menciptakan rasa safety bagi seluruh orang di media daring, akan tetapi kini UU ITE banyak memakan korban. Pelapor punya power serta terlapor tidak punya kekuatan mirip orang awam pula aktivis,” kata Treviliana pada diskusi daring bertema Batasan Kebebasan ekspresi dan Menyatakan Pendapat dicermati dari UU ITE yg digelar Magister hukum Litigasi Fakultas hukum UGM, Sabtu (31/10) malam.

    berdasarkan perincian data berasal Safe.net, berasal 324 duduk perkara pidana di UU ITE, sebesar 209 orang dijerat menggunakan pasal 27 ayat (3) perihal pencemaran nama baik.

    sebagai catatan pasal Pasal 27 ayat (tiga) UU No. 19 Tahun 2016 Jo UU No. 11 Tahun 2008 ini selengkapnya berbunyi :

    “Setiap orang menggunakan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan serta/atau mentransmisikan dan /atau membentuk dapat diaksesnya berita elektro dan /atau Dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan serta/atau pencemaran nama baik.”

    Selain itu, sebanyak 76 masalah dijerat dengan Pasal 28 ayat (tiga) UU ITE ihwal ujaran kebencian.

    Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 Jo UU No. 11 Tahun 2008 berbunyi: “Setiap orang menggunakan sengaja dan tanpa hak membuatkan isu yang ditujukan buat menyebabkan harapan kebencian atau permusuhan individu serta/atau kelompok rakyat eksklusif sesuai atas suku, kepercayaan , ras, dan antargolongan (SARA).

    dari jumlah masalah laporan aturan ini, dari catatan Treviliana, “sebesar 172 dilema yg dilaporkan itu berasal dari unggahan pada media Facebook termasuk Facebook pages,” ucapnya.

    karena itulah, Treviliana memandang perlunya literasi digital bagi masyarakat, khususnya dalam memproduksi konten digital. “Konsumsi digital di Indonesia masih oke tapi buat menghasilkan ranah digital masih kurang pengetahuan,” pungkasnya.

    beliau mengusulkan perlu komitmen semua pihak, termasuk pada bidang pendidikan memakai memasukkan kurikulum literasi digital serta menghasilkan program nasional literasi digital.

    Menanggapi banyaknya persoalan rakyat yg terjerat menggunakan UU ITE, Supandriyo, Hakim Yustisial pada Lingkungan Badan supervisi Mahkamah Agung beropini di beberapa kasus putusan hakim memang fc206ad04f4e2453ce9aad41266780bc.

    dia menyebut di tataran praktek, situasi aturan tidak terdapat kejelasan. buat itu hakim perlu melakukan inovasi hukum menggunakan cara konstruksi dan interpretasi. inovasi hukum sesuai memakai kapasitas masing-masing sebagai akibatnya menimbulkan konteks pemaknaan terhadap pelanggaran kesusilaan bisa fc206ad04f4e2453ce9aad41266780bc, kerangka berpikir berpikir hakim pula tidak sama.

    menjadi gambaran ancaman eksekusi atas pelanggaran Pasal 27 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 artinya penjara paling usang 4 tahun serta hukuman paling poly Rp 750 juta.

    sementara, ancaman eksekusi atas pelanggaran Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 ialah penjara paling lama 6 tahun serta hukuman paling banyak Rp 1 miliar. karenanya tersangka yg dikenakan tuduhan atas pasal ini umumnya langsung pada tahan oleh pihak kepolisian.

    sementara guru besar Fakultas aturan UGM Edward Omar Sharif Hiariej atau dikenal memakai sebutan Prof Eddy mengungkapkan, pada UU ITE Produsen Undang-Undang memang memasukkan pasal pasal yg ada di kitab Undang-Undang aturan Pidana (KUHP) yaitu pasal 310 sampai dengan pasal 321 yang berisi pencemaran nama baik ada enam bentuk penghinaan ke pada satu keranjang yaitu pasal 27 dan pasal 28, pada UU No ITE.

    “karena pada pelanggaran hukum buku undang-undang hukum pidana sama hanya medianya tidak selaras pada dunia konkret dan global maya,”istilah Prof Eddy yg sekarang menjabat menjadi Wakil Menteri aturan serta Hak Asasi insan ini.

    Selain itu, dalam konteks Undang-Undang angka 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 wacana informasi dan Transaksi elektro (ITE) buat menunjukan unsur menyebarluaskan sangat simpel dibandingkan dengan dunia nyata.

    Penafsiran menyebarluaskan atau diketahui poly orang menggunakan cara manual menggunakan medsos menjadi akibatnya sangat simpel buat menunjukan.

Melihat 1 tulisan (dari total 1)
  • Anda harus log masuk untuk membalas topik ini.