Projustice – Jakarta, Tujuan hukum pada hakikatnya mencakup 3 hal yaitu; keadilan hukum, kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Jadi menggambarkan hubungan hukum dengan keadilan pasti tidak terlepas dari 3 tujuan hukum tersebut. Berbicara tentang mana yang pertama dan mana yang kemudian bisa digambarkan melalui ilustrasi ayam dan telur. Bila dipelajari dari aspek religi (agama) mestinya Tuhan lebih dahulu menciptakan ayam lalu ayam bertelur, namun dibelakang hari dengan bantuan panas listrik telur dapat ditetaskan dan menghasilkan anak ayam, kemudian menjadi induk ayam.
Dalam masyarakat primitif tanpa hukum (undang-undang tertulis) mereka bisa mewujudkan keadilan. Namun pada masyarakat modern, hukum (undang-undang) dibuat lebih dahulu sebagai instrumen mewujudkan keadilan. Keinsafan keadilan dalam hubungan dengan hukum tidak hanya dimiliki rakyat. Di negara maju, yang berkuasa dalam negara sadar akan pentingnya keadilan dan mencoba mengejawantahkannya lewat materi hukum atau undang-undang yang isinya mencerminkan keadilan. Hukum yang mencerminkan keadilan niscaya akan ditaati, namun sebaliknya hukum yang abai terhadap nilai-nilai keadilan pasti akan ditolak. Meskipun demikian benar apa yang dikatakan oleh Thomas Aquinas bahwa pemberontakan terhadap tatanan hukum yang tidak adil seringkali tidak diijinkan oleh penguasa karena takut bahaya huru-hara dan anarkis. Dalam konteks ini orang patuh atau taat hukum bukan karena muatan hukum yang mengandung keadilan tapi karena takut ditangkap oleh penguasa. Dengan tetap menerima bahwa hukum harus pertama-tama benar yakni hukum harus adil, artinya apakah hukum sudah memuat prinsip-prinsip keadilan.
Belakangan ini makin meningkat kedasaran bahwa setiap hukum yang dibuat harus terkait dengan keadilan. Bila hukum yang dibuat tidak berisi keadilan, namun tetap diakui sebagai hukum, maka dengan ini hukum yang sebenarnya tidak dapat dibedakan lagi dengan kekuasaan (Sukarno Aburaera, dkk, 2013:36).
Filsuf yang prihatin terhadap aspek keadilan dalam hukum yaitu filsuf-filsuf yang tinggal dalam arus tradisional filsafat dengan menerima suatu hukum dalam arti keadilan semu. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh sejarah filsafat hukum menjelaskan pasti masalah yang sebenarnya dalam bidang filsafat hukum adalah tidak lain bagaimana memperjuangkan dan mewujudkan keadilan. Hukum positif menjamin kepastian hidup tapi baru menjadi lengkap bila disusun sesuai prinsip-prinsip keadilan. Dalam hubungan ini ada yang menyatakan kriteria umum yang digunakan untuk institusionalisasi hukum dimana prinsip-prinsip keadilan itu dapat dipandang sebagai hukum yang sungguh-sungguh bila mereka bekerja secara efektif dalam mengatur hidup bersama manusia yang konkrit. Hubungan hukum dengan keadilan menjadi semakin terasa jika kepentingan penegakan hukum memang identik dengan penegakan keadilan. Kiranya dapat dikatakan bahwa keadilan adalah rohnya hukum, maka tanpa keadilan hukum yang diciptakannya hanya menjadi hukum yang mati. Jiwa atau roh hanya dapat hidup dan berarti bila bersatu dengan badan manusia, demikianlah hubungan hukum dengan keadilan (Sukarno Aburaera skk, 2013:39).
Sementara itu dalam menggambarkan pentingnya hubungan hukum dengan keadilan menurut Lily Rasjidi dengan mengutip Roberto Urger (1975) menunjukkan bagaimana teori liberal membungkus kepentingan subjektif dan kepentingan politik dengan cara menggambarkan pengetahuan dan kebenaran sebagai suatu yang mempunyai hakikat berbeda dengan politik dan kepentingan pribadi. Lebih jauh dijelaskan cara hak-hak hukum memenuhi kepentingan kelompok tertentu atau memanipulasi hasilnya demi legitimasi hukum dan hukum sebagai alat hegemoni yang abai terhadap keadilan (Lyli Radjidi, 2012:128).
Selain masalah hegemoni yang abai terhadap keadilan, bekerjanya hukum didalam lembaga peradilan tidak terlepas dari karakteristik penegak hukum yang menggunakan cara-cara konvensional mengabaikan nilai-nilai filofosis, juga kinerja penegak hukum tersebut menggunakan cara formalistis konvensional hingga terkesan memaksakan peraturan dalam penerapan. Padahal hukum seharusnya bekerja menurut cara-cara yang lebih progresif demi meraih keadilan yang substantif (Faisal, 2010:13).
Sarjana lain juga menyatakan begitu eratnya hubungan hukum dan keadilan sehingga ada yang menyarankan bahwa hukum seharusnya digabungkan dengan keadilan supaya benar-benar berarti sebagai hukum, karena tujuan hukum adalah memang mewujudkan keadilan didalam masyarakat. Hukum yang tidak adil akan sia-sia dan tidak dihormati masyarakat, serta hukum dan penegak hukum yang abai pada keadilan akan kehilangan kewibawaan. Bahkan pembentukan tata hukum dan peradilan harus berpedoman pada prinsip-prinsip umum menyangkut kepentingan bangsa dan negara yang merupakan keyakinan yang hidup dalam masyarakat tentang suatu kehidupan yang adil. Tujuan negara dan hukum adalah mencapai kebahagiaan yang paling besar bagi setiap orang yang sebesar mungkin, bahkan berpikir secara hukum berkaitan dengan ide-ide bagaimana keadilan dan ketertiban dapat diwujudkan secara simultan (Agus Santoso, 2012:91).
Sumber:
Buku “Filsafat Hukum”, Dr. Nommensen Sinamo, SH., MH
Lovely site! I am loving it!! Will come back again. I am taking your feeds also.
I keep listening to the news lecture about receiving boundless online grant applications so I have been looking around for the finest site to get one. Could you advise me please, where could i find some?