projustice.id Ilmu Hukum Kedudukan Undang-Undang Dalam Hierarki Norma Hukum

Kedudukan Undang-Undang Dalam Hierarki Norma Hukum

Projustice.id – Jakarta, Dalam tata urutan norma hukum, menurut Stufentheorie yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Lawa and State (1945) bahwa hukum mengatur pembentukannya sendiri karena norma hukum yang satu menentukan cara untuk membuat norma hukum lainnya, dan sampai derajat tertentu juga menentukan isi norma lainnya tersebut.

Pembentukan norma hukum yang satu, yaitu norma hukum yang lebih rendah, ditentukan oleh norma hukum lain yang lebih tinggi lagi, dan rangkaian pembentukan hukum (regressus) ini diakhiri oleh suatu norma dasar tertinggi. Dengan demikian maka bagaimana undang-undang itu dibentuk dan apa isi dari undang-undang itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan diatasnya yang lebih tinggi, yaitu konstitusi (staatsgrundgezets).

Hans Nawiasky mengelompokkan hierarki norma hukum negara kedalam empat kelompok besar, yaitu:

  1. Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara);
  2. Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara);
  3. Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang “formal);
  4. Kelompok IV : Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana & Aturan otonom).

Pengelompokkan hierarki norma hukum di atas lazim disebut dengan die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen Staatsfundamentalnorm atau yang disebut dengan Norma Fundamental Negara, Pokok Kaidah Fundamental Negara, atau Norma Pertama, adalah norma tertinggi dalam suatu negara. Ia merupakan norma dasar (Grundnorm) yang bersifat pre-supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dan karena itu tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi. Ia juga merupakan norma yang menjadi tempat bergantungnya norma-norma hukum dibawahnya, termasuk menjadi dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara. Ia juga merupakan landasan dasar filosofis yang mengadung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.

Kelompok norma hukum di bawah ini Staatsfundamentalnorm atau Fundamental Negara adalah Staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara yang merupakan norma hukum tunggal yang berisi aturan-aturan pokok, yang bersifat umum dan garis besar. Ia dapat dituangkan dalam suatu dokumen negara (Staatsverfassung) atau dalam beberapa dokumen negara yang tersebar-sebar (Staatsgrundgesezt). Dokumen negara dimaksud dapat berupa Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang di dalamnya diatur hal-hal mengenai pembagian kekuasaan negara dengan warga negara. Ia merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya suatu Undang-Undang (formell Gesezt) yang merupakan peraturan perundang-undangan yang mengikat secara langsung semua orang.

Kelompok norma hukum di bawah Staatsgrundgesetz atau Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara adalah Formell Gesezt atau Undang-Undang (wet in formele zin). Dibandingkan dengan norma hukum yang ada dalam konstitusi yang merupakan aturan dasar negara, norma-norma yang ada dalam suatu Undang-Undang merupakan norma hukum yang lebih konkrit dan terinci serta sudah langsung berlaku di dalam masyarakat yang pembentukannya dilakukan oleh lembaga legislatif. Lembaga legislatif ini, dalam perkembangannya, dipercayakan kepada organ yang disebut dengan (dewan) perwakilan rakyat atau segologan rakyat, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama dengan kepala negara.

Kelompok norma hukum di bawah Formell Gesezt atau Undang-Undang adalah Verordnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana & Aturan Otonom). ini merupakan kelompok norma hukum terakhir yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang. Peraturan pelaksana dibentuk berdasarkan kewenangan delegasi, sedang peraturan otonom dibentuk berdasarkan kewenangan atribusi.

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, kewenangan delegasi adalah kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang dilimpahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tidak. Kewenangan delegasi ini bersifat pelimpahan atau perwakilan yang bersifat sementara dan hanya dapat dilaksanakan selama pelimpahan itu masih ada. Sedang kewenangan atribusi adalah kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh Grondwet (Undang-Undang Dasar) atau wet (Undang-Undang) kepada suatu lembaga negara/pemerintahan. Kewenangan atribusi ini melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan sesuai dengan batas-batas yang diberikan.

49 Likes

Author: projustice

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 Comment