Projustice – Jakarta, Harta peninggalan atau warisan sering sekali menjadi sumber sengketa antara pihak-pihak yang menjadi ahli waris, terlebih apabila orang yang meninggal tidak meninggalkan sepucuk surat wasiat kepada ahli warisnya, apabila harta peninggalannya tersebut berupa tanah/bangunan dan belum dibaliknamakan kepada ahli waris, otomatis ahli waris tidak dapat menjual tanah/bangunan tersebut kepada pihak lain. Hal ini tentunya menjadi kendala bagi ahli waris, terutama jika terdapat beberapa ahli waris dan berkeinginan untuk membagi-bagi harta warisan tersebut kepada para pihak ahli waris.
Berikut adalah contoh kasusnya:
“Terdapat sepasang suami istri telah meninggal dunia tanpa memiliki anak dan tidak meninggalkan sepucuk surat wasiat kepada siapapun”, dari sepasang suami tersebut kedua orang tua masing-masing telah meninggal dunia, namun masing-masing masih memiliki saudara kandung yang masih hidup dan ada juga yang sudah meninggal, adapun harta peninggalan yakni 2 bidang tanah bersertifikat masih atas nama masing-masing suami dan istri “.
Pertama yang harus kita ketahui terlebih dahulu, agama apa yang dianut sepasang suami istri tersebut. jika beragama Islam, maka hal ini menjadi wewenang Peradilan Agama Islam, hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU Peradilan Agama”) disebutkan bahwa:
“…Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
b. waris..
Penjelasan lebih detail mengenai permasalahan waris apa saja yang diatur dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 49 huruf b UU Peradilan Agama yang berbunyi:
“…Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris…”
Yang dapat dimohonkan ke Pengadilan Agama
Dalam perkara waris, yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama disebutkan berdasarkan penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut:
- Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris;
- Penentuan mengenai harta peninggalan;
- Penentuan bagian masing-masing ahli waris;
- Melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut;
- Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama terdapat kalimat yang berbunyi: “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan”. Namun kini ketentuan Pasal tersebut dihapus. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan, bilamana pewarisan itu dilakukan berdasarkan hukum Islam, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Selanjutnya dikemukakan pula mengenai keseragaman kekuasaan Pengadilan Agama di seluruh wilayah nusantara yang selama ini berbeda satu sama lain, karena perbedaan dasar hukumnya.
Dari contoh kasus diatas, hal yang harus ditempuh oleh ahli waris yakni mengajukan permohonan penetapan ahli waris terlebih dahulu ke pengadilan agama:
- siapkan surat permohonan yang dapat menjelaskan silsilah keluarga sampaikan dengan mengapa pemohon berhak menjadi ahli waris atas 2 objek tanah peninggalan tersebut.
- Surat permohonan ditujukan kepada Ketua Pengadilan setempat.
- Siapkan dokumen yang diperlukan antara lain; akte kematian, akte nikah, akte lahir, sertifikat tanah dan lain-lain yang diperlukan
- Siapkan 2 orang saksi yang sudah dewasa untuk dihadapkan dimuka pengadilan.
Jika kesulitan untuk menyiapkan surat permohonan dapat menggunakan jasa pengacara
apabila surat permohonan dan bukti pendukung telah disiapkan, maka pemohon dapat mendaftarkan permohonan tersebut ke Pengadilan Agama dengan membayar uang panjar perkara sesuai yang ditentukan.
Setelah itu, pemohon akan dipanggil untuk hadir dalam rangkaian sidang antara lain: konfirmasi legal standing, sidang alat bukti, keterangan saksi, dan pembacaan putusan.
Putusan Pengadilan inilah yang nantinya dijadikan dasar oleh ahli waris untuk memproses balik nama sertifikat tanah, proses balik dapat melalui notaris sampai dengan penerbitan sertifikat baru oleh Badan Pertanahan Nasional.
You actually make it appear so easy along with your presentation but I find this matter to be actually something which I believe I might never understand. It seems too complicated and very huge for me. I’m taking a look forward on your subsequent post, I?¦ll attempt to get the dangle of it!