Latar Belakang
Ide dasar negara hukum Indonesia tidak bisa dilepaskan dari ide dasar rechtsstaat (negara hukum) yang dianut oleh negara Belanda yang meletakkan dasar perlindungan hukum bagi rakyat pada asas legalitas dengan menempatkan posisi wetgever sebagai hukum positif adalah hal yang penting dalam memberikan jaminan perlindungan hukum bagi rakyat. Dalam tradisi hukum di negara-negara yang menganut sistem hukum eropa continental (civil law), seperti Indonesia, keberadaan undang-undang adalah salah satu bentuk implementasi dari prinsip-prinsio negara hukum.
Dalam implementasi ide negara hukum, undang-undang mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Dalam negara hukum (rechtstaat) modern, fungsi peraturan perundang-undangan bukan hanya memberikan bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan hidup dalam masyarakat, dan undang-undang bukan hanya sekedar produk dari fungsi negara di bidang pengaturan. Peraturan perundang-undangan adalah salah satu instrument untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang di harapkan.
Keberadaan undang-undang dalam suatu negara mempunyai kedudukan yang strategis dan penting, baik dilihat dari konsepsi negara hukum, hierarki norma hukum, maupun dilihat dari fungsi undang-undang pada umumnya. Dalam konsepsi negara hukum, undang-undang merupakan salah satu bentuk formulasi norma hukum dalam kehidupan bernegara. Dalam pandangan Paul Scholten, bahwa hukum itu ada di dalam perundang-undangan, sehingga orang harus memberikan tempat yang tinggi kepadanya.
Dalam sistem norma hukum di Indonesia, undang-undang menempati urutan ketiga dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang terdiri dari:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sebagai pengatur masyarakat, undang-undang berfungsi sebagai pengatur tarik menarik berbagai kepentingan dari berbagai individu, kelompok atau golongan yang ada di masyarakat dengan memberikan jaminan keadilan dan kepastian hukum mengenai legal right, privilege, function, duty, status, or dispotition dalam berbagai aspek kehidupan. Karena pandangan dan rasa keadilan serta kesadaran hukum masyarakat suatu negara tidak mesti seragam, maka undang-undang harus dapat mengakomodasi segala pandangan dan rasa keadilan serta kesadaran hukum yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sehingga kehadiran undang-undang itu dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Fungsi undang-undang untuk membatasi kekuasaan dimaksudkan untuk membagi dan membatasi kekuasaan yang dimiliki oleh organ-organ negara dengan aturan yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Tanpa adanya pengaturan yang jelas dengan undang-undang akan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang dengan menjadikan undang-undang sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan semata tanpa mengindahkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Mengingat strategis dan pentingnya undang-undang dalam kehidupan bernegara, maka pembentukan undang-undang merupakan langkah penting untuk dapat menghasilkan undang-undang yang ideal. Untuk itu, makalah ini akan menguraikan prosedur pembentukan undang-undang di Indonesia, Kolombia dan Australia yang mencakup inisiatif, pembahasan, pengambilan keputusan, pengesahan dan pengumuman pada masing-masing negara tersebut.
Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, masalah yang dapat di rumuskan adalah:
Bagaimana perbandingan pembentukan undang-undang di Indonesia, Kolombia dan Australia?
Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini menggunakan metode penelitian normatif (Normative Legal Research) yaitu penelitian hukum kepustakaan yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Mengkaji perbandingan proses pembentukan undang-undang di Indonesia, Kolombia dan Australia melalui studi kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan sumber data pustaka dengan cara membaca, mencatat, memanfaatkan serta mengolah bahan data penelitiannya dan penelurusan melalui media internet (online research) yang dilakukan dengan menggunakan website yang berfungsi sebagai search engine (mesin pencari) untuk mengakses e-journal dan berita online, dengan cara memasukkan kata kunci ke dalam kolom pencarian sesuai dengan topik penelitian.
Uraian Tinjauan Teori Pembentukan Undang-Undang
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus di dasarkan pada asas-asas tertentu yang pada awalnya berkembang dari asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu:
1) Asas tidak menyalahgunakan kekuasaan;
2) Asas tidak bertindak sewenang-wenang;
3) Asas perlakuan yang sama;
4) Asas kepastian hukum;
5) Asas memenuhi harapan yang ditimbulkan;
6) Asas perlakuan yang jujur;
7) Asas kecermatan;
8) Asas keharusan adanya motivasi dalam tindakan.
Menurut A. Hamid S. Attamimi, asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dibagi menjadi asas-asas yang bersifat formal berkaitan dengan tata cara pembentukan dan bentuk peraturan perundang-undangan, sedang asas-asas material berkaitan dengan isi atau materi peraturan perundang-undangan.
Koopmans, ahli hukum tata negara Belanda, membagi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam arti formil yang berhubungan dengan: (a) prosedur, (b) bentuk dan kewenangan, (c) masalah kelembagaan, (d) masalah isi peraturan. Termasuk kedalam prosedur adalah: (a) keterbukaan pada proses pengambilan keputusan, dan (b) pengumuman hasil akhirnya.
C. Perbandingan Prosedur Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, Kolombia dan Australia
1. Pembentukan Undang-Undang di Indonesia
Indonesia adalah negara republic yang berbentuk kesatuan dengan sistem parlemen dua kamar yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang melakukan kekuasaan di bidang legislatif. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
Anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum. Sedang anggota DPD terdiri dari wakil daerah provinsi yang berasal dari perorangan yang di pilih melalui pemilihan umum dengan jumlah yang sama untuk setiap provinsi, yaitu paling banyak 4 (empat) orang setiap provinsi, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun. Jumlah keseluruhan anggota DPD tidak lebih 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota DPR.
Kedua kamar parlemen tersebut mempunyai beberapa kewenangan, baik kewenangan yang dimiliki bersama-sama maupun kewenangan yang hanya dimiliki bersama-sama maupun kewenangan yang hanya dimiliki oleh masing-masing kamar. Beberapa kewenangan yang dimiliki secara bersama-sama oleh DPR dan DPD adalah: (1) Mengajukan usul RUU, dan (2) membahas RUU.
DPR sebagai kamar pertama mempunyai tiga fungsi, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap RUU tentang APBN yang diajukan Presiden. Sedang fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN. Sedang untuk melaksanakan fungsi anggaraan, DPR mempunyai kewenangan untuk: (1) menerima dan membahas RUU APBN yang diajukan oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan (2) menolak atau tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan oleh Presiden.
Dalam melaksanakan fungsi legislasi, sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang, DPR mempunyai tugas dan wewenang untuk:
a. Mengajukan usul RUU;
b. Membahas RUU bersama Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
c. Menerima pengajuan RUU dari DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
d. Memperhatikan pertimbangan dari DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; dan
e. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan PERPU yang ditetapkan oleh Presiden pada persidangan berikutnya.
Sedang DPD sebagai lembaga perwakilan daerah mempunyai tugas dan wewenang:
a. Dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan dumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;
c. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
d. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
e. Menerima dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan keiangan negara yang dilakukan oleh BPK;
f. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam Pemilihan anggota BPK.
Adapun tugas dan wewenang Presiden dalam pembentukan UU adalah: (a) mengajukan RUU kepada DPR, (b) membahasa setiap RUU bersama DPR guna mendapat persetujuan bersama, (c) mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU, (d) menetapkan PERPU dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, (e) mengajukan RUU APBN kepada DPR.
Selanjutnya proses pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945 di Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengajuan usul RUU kepada DPR yang dapat dilakukan oleh anggota DPR, Presiden, atau DPD khusus mengenai RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Khusus RUU tentang APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
b. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
c. DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama,
d. Jika RUU tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
e. Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun lalu.
f. Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU.
g. Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.
h. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (PERPU).
i. PERPU harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut, jika tidak mendapat persetujuan, maka PERPU itu harus dicabut.
2. Pembentukan Undang-Undang di Kolombia
Menurut Constitution of Columbia (1991), Kolombia adalah negara republic yang berbentuk kesatuan dengan parlemen yang disebut Congress yang terdiri dari 2 kamar, yaitu Chamber of Representatives dan Senate. Anggota Chamber of Representatives dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum dengan sistem distrik untuk masa jabatan 4 (empat) tahun yang calonnya tidak hanya dari partai politik, tetapi bisa juga berasal dari social movements dan significant groups of citizen. Anggota Senate of The Republic juga dipilih dalam pemilihan umum sistem distrik ditambah 2 (dua) orang wakil dari komunitas Indian untuk mewakili organisasi masyarakat asli. Jumlah anggota Chamber of Representatives 106 dan 102 senator.
Beberapa kewenangan yang sama-sama dimiliki oleh masing-masing kamar, yaitu: Chamber of Representatives dan Senate diantaranya adalah:
a. Meminta kepada Pemerintah mengenai informasi yang diperlukan.
b. Menentukan siding-sidang yang disiapkan untuk mengajukan pertanyaan kepada para menteri dan menerima jawabannya.
c. Melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk melaksanakan apa yang menjadi tanggungjawabnya.
d. Memanggil menteri-menteri untuk menghadiri persidangan.
e. Mengusulkan motion of non-confidence kepada menteri-menteri.
Adapun kewenangan bersama antara Chamber of Representatives dan Senate dalam bentuk joint session adalah:
a. Melantik Presiden Republik, menerima kepala negara atau kepala pemerintahan negara lain, memilih pengawas keuangan, dan Wakil Presiden.
b. Membentuk undang-undang.
Sedang kewenangan yang dimiliki oleh Senate diantaranya adalah:
a. Memberikan persetujuan atau penolakan terhadap pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden.
b. Memberikan persetujuan atau penolakan terhadap promosi jabatan militer yang diajukan pemerintah di semua tingkatan.
c. Memberikan izin berhalangan sementara kepada Presiden dan mempertimbangkan kualifikasi Wakil Presiden sebagai pengganti Presiden dalam keadaan Presiden berhalangan sementara.
d. Memberikan izin transit kepada tentara asing di wilayah Kolombia.
e. Memilih Hakim Mahkamah Konstitusi.
f. Mengesahkan tindakan pemerintah untuk menyatakan perang dengan negara lain.
g. Memilih Jaksa Agung.
h. Mengajukan RUU, dan khusus untuk RUU tentang hubungan internasional harus diajukan oleh senat.
Sedang kewenangan yang dimiliki oleh Chamber of Representatives diantaranya adalah:
a. Memilih anggota Ombudsman.
b. Memeriksa dan menyelesaikan anggaran dan laporan keuangan yang disampaikan badan pemeriksa.
c. Menuntut Presiden dan/atau Wakil Presiden, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim Mahkamah Agung, anggota Superior Council of the Judicature, dan hakim-hakim Council of State, atau General Prosecutor (penuntut umum).
d. Menerima pengaduan dan keluhan yang akan diajukan oleh penuntut umum atau oleh individu terhadap pejabat tertentu, dan melakukan penuntutan berdasarkan hal tersebut.
e. Meminta bantuan terhadap pihak lain dalam melakukan penyelidikan dan bukti-bukti yang terkait dengan penyedilikan.
f. Mengajukan RUU, dan khusus untuk RUU tentang perpajakan harus diajukan kepada Chamber of Representatives.
Proses pembentukan undang-undang menurut Konstitusi Republik Kolombia diatur sebagai berikut:
a. RUU dapat diusulkan oleh Chamber of Representatives, Senate, Pemerintah, serta oleh rakyat dan lembaga negara tertentu, seperti Mahkamah Konstitusi (the Constitutional Court), Dewan Pengadilan Tinggi (the Superior Council of the Judicature), Mahkamah Agung (the Supreme Court of Juctice), Dewan Nasional (the Council of State), Dewan Pemilihan Nasional (the National Electoral Council), Kejaksaan Umum Nasional (the National Attorney General), Pengawas Umum Keuangan Republik (the Comptroller General of the Republic).
b. RUU yang berkaitan dengan perpajakan diusulkan oleh Chamber of Representatives, sedang RUU yang berkaitan dengan hubungan luar negeri diusulkan oleh Senate, sedang RUU tentang anggaran negara diusulkan oleh Pemerintah.
c. Pemerintah hanya dapat memasukkan perubahan terhadap RUU tertentu. Chamber of Representatives dan Senate dapat memasukkan perubahan terhadap RUU yang diajukan Pemerintah.
d. RUU tidak akan menjadi hukum tanpa memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) diterbitkan resmi oleh Kongres sebelum dikirim kepada komite yang bersangkutan, (2) disetujui pada pembahasan pertama dalam komite tetap sesuai ruang masing-masing, dan Kongres akan menentukan kasus-kasus di mana pembahasan pertama akan digelar dalam sesi bersama komite permanen dari kedua kamar; (3) disetujui pada setiap ruang pada pembahasan kedua; (4) mengamankan persetujuan pemerintah.
e. RUU yang diusulkan dapat ditolak jika tidak memuat isu atau perubahan tertentu dan tidak ada relevansinya, namun RUU tersebut dapat dipertimbangkan kembali untuk dibahas.
f. Jangka waktu pembahasan pada setiap kamar, yaitu antara pembahasan pertama dan kedua tidak boleh kurang dari 8 (delapan) hari, dan jangka waktu persetujuan RUU pada setiap kamar minimal 15 (lima belas) hari.
g. Jika terjadi perbedaan antara Chamber of Representatives dan Senate, maka masing-masing membentuk joint committee yang bertugas membuat rancangan yang akan diusulkan pada masing-masing kamar, tetapi jika terjadi lagi perbedaan pandapat maka RUU itu tidak diterima.
h. RUU yang sudah pernah dibahas tetapi tidak dapat diselesaikan dalam satu masa persidangan akan diajukan pada masa persidangan berikutnya, tetapi tidak boleh melebihi dua masa persidangan.
i. RUU yang sudah disetujui oleh kedua kamar dikirim kepada Pemerintah untuk mendapatkan persetujuan, tetapi jika pemerinatah menolak maka RUU itu dikembalikan pada kamar yang mengusulkannya.
j. Pemerintah memiliki tenggat waktu 6 (enam) hari untuk mengembalikan disertai keberatan bagi setiap RUU yang tidak lebih dari 20 Pasal, tenggat waktu 10 (sepuluh) hari untuk RUU yang berisi 21-50 pasal, dan sampai dengan 20 (dua puluh) hari untuk RUU yang lebih dari 50 pasal. Jika setelah mencapai batas waktu tersebut Pemerintah belum mengembalikan disertai keberatan, maka Presiden harus menyetujuinya dan menyebarluaskan RUU. Jika Chamber of Representatives dan Senate sedang reses dalam tenggat waktu tersebut, Presiden wajib untuk mengumumkan apakah RUU tersebut disetujui atau ditolak dalam tenggat waktu yang disebutkan diatas.
k. RUU yang dikembalikan disertai keberatan dari Pemerintah tersebut akan dibahas kembali oleh masing-masing kamar menyetujuinya maka Presiden harus menyetujui pula. Tetapi hal ini tidak terjadi jika RUU tersebut harus diperbaiki karena menurut Presiden dianggap inskonstitusional dan telah diputuskan inskonstitusional oleh Mahkamar Konstitusi.
l. Jika Presiden tidak melakukan tugasnya untuk mengundangkan RUU yang seharusnya diundangkan, maka Chamber of Representatives yang akan mengundangkannya.
m. RUU tentang anggaran penerimaan dan pengeluaran yang diajukan Pemerintah kepada Chamber of Representatives dibahas oleh Komisi Ekonomi dari kedua kamar, dan jika kongres tidak menyetujuinya maka Pemerintah menggunakan anggaran tahun sebelumnya.
3. Pembentukan Undang-Undang di Australia
Australia adalah negara monarki constitutional yang berbentuk federal commonwealth dengan sistem parlemen dua kamar dan disebut dengan The Parliament of the Commonwealth yang terdiri dari House of Representatives dan Senate. Anggota House of Representatives dipilih secara langsung oleh seluruh rakyat Commonwealth untuk masa 3 tahun dengan jumlah dua kali lipat dari jumlah anggota Senate. Anggota Senate berasal dari wakil setiap negara bagian yang membentuk Commonwealth of Australia (Original State) yang dipilih secara langsung oleh rakyat negara bagian atau dipilih oleh parlemen negara bagian dengan jumlah minimal 6 orang wakil setiap negara bagian untuk masa jabatan 6 tahun. Jumlah anggoya senator untuk perwakilan masing-masing negara bagian dapat bertambah atau berkurang berdasarkan undang-undang. Jumlah anggota House of Representative dan Senate masing-masing adalah 150 dan 76. Keanggotaan Senate dibagi dalam dua bagian yang sama, bagian yang pertama keanggotaannya berakhir setelah 3 tahun dan bagian kedua keanggotaannya berakhir setelah enam tahun.
Baik Hause of Representative maupun Senate masing-masing mempunyai kewenangan untuk:
a. Membuat peraturan-peraturan (rules) dan tata tertib (orders) yang berkaitan dengan cara pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya, hak-hak istimewa (privileges), kekebalan (immunities), dan tata tertib dalam pelaksanaan sidang.
b. Mengajukan RUU dengan batasan-batasan tertentu.
c. Mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah.
Dalam hal pembentukan undang-undang konstitusi Australia mengatur sebagai berikut:
a. Baik Hause of Representative maupun Senate keduanya berwenang mengajukan RUU, namun bagi Senate ada batasan-batasan tertentu, yaitu: (a) Senate dapat mengajukan RUU selain RUU tentang pendapatan atau keuangan (revenue of moneys) dan pembebanan pajak (imposing taxation), (b) Senate dilarang mengubah RUU tentang pembebanan pajak (revenue taxation) atau RUU tentang pendapatan atau keuangan negara (revenue or moneys) untuk pelayanan rutin tahunan pemerintah, (c) Senate tidak diperbolehkan mengubah RUU yang meningkatkan beban bagi masyarakat.
b. Senate dapat mengambalikan RUU yang tidak dapat diubahnya kepada Hause of Representative pada tiap tahapan pembicaraan.
c. RUU yang telah disetujui diajukan ke Gubernur Jenderal (Governor-General) untuk mendapatkan persetujuan Ratu (atau atas nama Ratu). Jika Gubernur Jenderal tidak memberikan rekomendasi, maka RUU dikembalikan ke kamar yang mengusulkan untuk dibahas.
d. Ratu dapat menolak RUU yang telah disetujui Gubernur Jenderal, dan penolakan tersebut disampaikan Gubernur Jenderal kepada masing-masing kamar, atau membuat pengumuman tentang pembatalan tersebut.
e. Jika Hause of Representative menyetujui RUU dan Senate menolak atau gagal mencapai persetujuan, atau menyetujuinya dengan perubahan yang tidak disetujui oleh Hause of Representative , dan jika dalam jangka waktu 3 bulan ternyata Hause of Representative kembali menyetujui RUU yang sama tanpa atau dengan perubahan yang disetujui Senate, dan Senate menolak atau menyetujuinya dengan perubahan yang tidak disetujui Hause of Representative, maka Gubernur Jenderal membubarkan kedua kamar.
f. Jika setelah pembubaran Hause of Representative kembali menyetujui RUU yang sama dengan keadaan yang sama seperti sebelumnya, maka Gubernur Jenderal membentuk joint sitting dari seluruh anggota Senate dan Hause of Representative.
g. Para anggota dalam joint sitting bersama-sama membahas dan memilih RUU yang diusulkan, dan keputusan diambil berdasarkan suara mayoritas absolut dari seluruh anggota joint sitting dan diajukan ke Gubernur Jenderal untuk mendapatkan persetujuan Ratu.
Dari ketentuan diatas dapat diketahui beberapa karateristik pembentukan undang-undang menurut konstitusi Persemakmuran Australia diantaranya adalah:
1) Kewenangan untuk membentuk undang-undang berada di tangan Ratu (Ratu Inggris sebagai negara induk dari para anggota Negara Persemakmuran) dan Parlemen Australia dengan hak istimewa Ratu untuk menerima atau menolak terhadap RUU yang telah disetujui oleh Parlemen dan Gubernur Jenderal.
2) Terdapat hak yang secara umum hampir berimbang antara Hause of Representative sebagai kamar pertama dan Senate sebagai kamar kedua dalam pembentukan undang-undang, baik dalam pengajuan usul RUU maupun dalam hal pembahasan, kecuali dalam hal-hal tertentu, yakni Senate tidak berwenang mengajukan RUU tentang pendapatan atau keuangan dan pembebanan pajak, mengubah RUU tentang pembebanan pajak atau RUU tentang pendapatan atau keuangan negara untuk pelayanan rutin tahunan Pemerintah, dan mengubah RUU yang meningkatkan beban bagi masyarakat. Namun demikian setiap undang-undang memerlukan persetujuan Senate, sehingga Senate bida melakukan control terhadap setiap RUU.
3) Tidak terdapat forum bersama antara Senate dan Hause of Representative dalam membahas RUU. Jika setelah 3 bulan kedua kamar tidak bisa mencapai kesepakatan, maka Gubernur Jenderal membubarkan parlemen, Hause of Representative (yang baru) kembali menyetujui RUU yang sama dengan keadaan yang sama seperti sebelumnya, maka Gubernur Jenderal membentuk joint sitting untuk mengambil keputusan berdasarkan suara terbanyak mutlak.
sumber:
Buku “Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”, Dr. A. Rosyid Al Atok., MH, Penerbit: Setara Press, Malang 2015