projustice.id Pemerintahan Perbandingan Sistem Presidensial Indonesia Dengan Korea Selatan

Perbandingan Sistem Presidensial Indonesia Dengan Korea Selatan

Latar Belakang

projustice.id – Jakarta, Sistem presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.

Untuk disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur yaitu:
1. Presiden yang dipilih rakyat;
2. Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait; dan
3. Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau konstitusi.

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki kedudukan yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, kedudukan presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.

Pemerintahan dengan sistem presidensial merupakan suatu pemerintahan yang menempatkan eksekutif bertanggung jawab kepada rakyat yang memilih. Berbeda halnya dengan sistem parlementer dimana eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada diluar pengawasan secara langsung parlemen. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki kekuasaan yang kuat, karena selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan.

Ciri-ciri yang mendasari dari sistem Presidensial adalah adanya pemisahan kekuasaan yang meliputi cabang-cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif, di Indonesia pemisahan kekuasaan tidak dilakukan secara murni melainkan menerapkan system pembagian kekuasaan antara eksekutif dengan legislatif hal ini, dapat dilihat dari pembentukan peraturan perundang-undangan eksekutif dan legislatif bersama-sama membentuk undang-undang. sedangkan sistem parlementer yang dicirikan oleh lembaga legislatif sebagai penyusunan undang-undang secara mutlak sedangkan eksekutif memiliki hak veto untuk menolak diberlakukannya undang-undang yang bersangkutan.

Indonesia sesungguhnya menerapkan sistem pemerintahan presidensial jika berkaca pada Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan. Bukti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menerapkan sistem pemerintahan presidensial adalah adanya pemisahan kekuasaan antara cabang kekuasaan eksekutif dengan cabang kekuasaan legislatif. Pemisahan kekuasaan dari dua cabang kekuasaan tersebut adalah indikator penting dari adanya system pemerintahan presidensial. Kekuasaan eksekutif atau pemerintah yang telah banyak mengalami pemisahan dengan kekuasaan legislatif merupakan indikator dari sistem pemerintahan presidensial.

Sama hal nya seperti Indonesia, Korea Selatan adalah negara republik, Korea Selatan membagi pemerintahannya dalam tiga bagian: eksekutif, yudikatif dan legislatif. Namun Lembaga eksekutif dipegang oleh presiden yang dipilih berdasarkan hasil pemilu untuk masa jabatan 5 tahun dan dibantu oleh Perdana Menteri yang ditunjuk oleh presiden dengan persetujuan Majelis Nasional. Presiden bertindak sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.

Lembaga legislatif dipegang oleh dewan perwakilan yang menjabat selama 4 tahun.Pelaksanaan sidang paripurna diadakan setiap setahun sekali atau berdasarkan permintaan presiden. Sidang ini terbuka untuk umum namun dapat berlangsung tertutup.

Pengadilan konstitusional menjadi lembaga tertinggi pemegang kekuasaan yudikatif yang terdiri atas 9 hakim yang direkomendasikan oleh presiden dan dewan perwakilan. Hakim akan menjabat selama enam tahun dan usianya tidak boleh melebihi 65 tahun pada saat terpilih.

Berdasarkan uraian di atas mengenai latar belakang ketatanegaraan Republik Indonesia dan Republik Korea Selatan yang berfokus pada system pemerintahannya yang sama-sama menganut sistem presidensial. Namun apabila dilihat dengan seksama maka dapat terlihat persamaan maupun perbedaan yang dapat diteliti lebih lanjut guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sistem presidensial yang dianut oleh kedua negara tersebut.

Dengan adanya persamaan dan perbedaan yang menjadi dasar penelitian atas sistem pemerintahan presidensial yang dianut oleh Indonesia dan Korea Selatan, maka dilakukanlah penelitian dengan metode komparatif yang berjudul “PERBANDINGAN SISTEM PRESIDENSIAL INDONESIA DENGAN KOREA SELATAN”.

Sistem Pemerintahan

Sistem Pemerintahan adalah gabungan dari dua kata yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Pengertian Sistem adalah hubungan fungsional antara badan dengan badan lain secara keseluruhan. Sedangkan pemerintah adalah suatu perbuatan, cara, hal, serta urusan untuk memerintah.

Pertama, Sistem pemerintahan memiliki pengertian yang berbeda baik secara sangat luas, luas, dan sempit. Secara sangat luas sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai kajian yang menitikberatkan pada hubungan antara negara dengan rakyatnya. Berdasarkan hal tersebut sistem pemerintahan dapat dibedakan menjadi pemerintahan monarki, pemerintahan aristokrasi, dan pemerintahan demokrasi.

Kedua, Pengertian sistem pemerintahan dalam arti luas yaitu suatu kajian pemerintahan negara yang berpedoman pada hubungan antara semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada di dalam negara. Berdasarkan itu, sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi negara kesatuan, negara serikat, dan negara konfederasi.

Ketiga, adalah pengertian sistem pemerintahan yang paling banyak digunakan adalah pengertian sistem pemerintahan secara sempit. Dalam pengertian ini sitem pemerintahan diartikan sebagai sebuah kajian yang melihat hubungan antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif dalam sebuah negara. Oleh karena itu dalam pengertian ini, sistem pemerintahan dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan Presidensial.

Sistem Presidensial

Dikarenakan makalah ini meneliti perbandingan sistem presidensial antara Indonesia dengan Korea Selatan, maka makalah ini focus membahas apa yang dimaksud dengan Sistem Presidensial. Sistem Presidensial adalah di mana kepala negara dan kepala pemerintahan dijabat oleh Presiden. Dalam sistem ini lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif memiliki kedudukan masing-masing, Presiden dan pemerintah tidak boleh menyusahkan dan tidak bertanggungjawab pada parlemen. Kedua lembaga tersebut tidak terhubung secara langsung sebagaimana pada sistem parlementer. Dalam Presidensial tidak dikenal adanya lembaga tertinggi negara. Dalam sistem ini Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu sesuai dengan konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu oleh para Menteri yang diangkat dan bertanggungjawab langsung pada Presiden.

Montesqueieu dalam bukunya yang berjudul L’esprit des Louis menyatakan bahwa dalam sistem suatu pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan tersebut harus terpisah, baik mengenai fungsi dan tugas maupun mengenai alat kelengkapan pelaksananya.

Tujuan dari pemisahan kekuasaan dalam Trias Politica agar antar lembaga negara dapat saling lepas namun tetap saling mengawasi dan mengontrol satu sama lain (check and balance). Dengan begitu maka tidak akan terjadi tumpang tindih wewenang dan kekuasaan, namun juga tidak ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan karena tetap adanya fungsi pengawasan. Karena pada hakikatnya, check and balance merupakan mekanisme yang memastikan agar tidak ada pemusatan kekuasaan di suatu lembaga negara, sehingga terhindar dari ketimpangan kekuasaan dan bersikap otoriter terhadap lembaga lainnya.

Berdasarkan teori trias politica dan prinsip check and balance diharapkan sistem pemerintahan presidensial dapat berjalan dengan baik dan kondusif serta stabil dibandingkan dengan parlementer, di mana setiap saat bisa saja kekuasaan eksekutif dijatuhkan oleh legislatif.

Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa sistem presidensial memiliki sembilan karakter utama yaitu:
1) Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif.
2) Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja.
3) Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya.
4) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya.
5) Anggota parlemen tidak menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya.
6) Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen.
7) Berlaku prinsip supremasi konstitusi, karena itu pemerintah eksekutif bertanggung jawab pada konstitusi.
8) Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat.
9) Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat.

Sistem Presidensial di Indonesia

Indonesia adalah negara yang menganut sistem Presidensial. Walau sejak awal Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) telah menjadi pedoman pelaksanaan pemerintahan, namun dikarenakan situasi dan kondisi Indonesia yang baru merdeka membuat keadaan tidak kondusif, sehingga pelaksanaannya pun belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen. UUD 1945 telah dilakukan amandemen sebanyak 4 (empat) kali dari tahun 1999 hingga 2002.

Secara Konstitusional Negara Republik Indonesia menganut sistem Presidensial yang memiliki arti pemegang kendali dan penanggungjawab jalannya pemerintahan negara adalah Presiden sedangkan Menteri hanyalah sebagai pembantu Presiden, hal tersebut tertuang dalam batang tubuh dan penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam pelaksanaanya Indonesia menganut prinsip pemisahan kekuasaan dengan penerapan check and balances antar lembaga. Indonesia menganut pembagian kekuasaan trias politica ala Montesqueieu yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Selain itu, Indonesia memiliki lembaga tinggi negara, yaitu lembaga negara yang berkedudukan di tingkat pusat yang pembentukannya diatur dan ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Lembaga tinggi negara tersebut iyalah, lembaga Kepresidenan, Majelis Pemusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Badan Pengawas Keuangan. Karena lembaga-lembaga tersebut dibentuk berdasarkan amanah konstitusi maka kerap disebut sebagai lembaga konstitusional, lembaga konstitusional memiliki derajat yang sama, semenjak amandemen Undang-Undang dasar maka tidak ada lagi lembaga tertinggi negara yang tadinya dimiliki oleh MPR, namun sekarang hanya dibedakan berdasarkan fungsi dan kewenangannya masing-masing.

Presiden yang didampingi oleh Wakil Presiden dalam memegang kekuasaan
eksekutif. Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui pemilihan umum dengan masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak satu kali untuk masa jabatan yang sama. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang tergabung dalam satu kabinet yang disusun berdasarkan hak prerogatif Presiden sendiri. Segala hal yang berkaitan dengan Presiden dan Wakil Presiden termaktub dalam pasal 4 sampai pasal 16 UUD NRI 1945.

Melihat fakta sejarah, dalam UUD 1945 yang pertama (Sebelum amandemen), Indonesia menganut sistem presidensial, dengan Presiden Soekarno selaku Presiden pertama RI adalah pemegang kekuasaan pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Saat itu, Presiden secara prerogratif mengumumkan 12 menteri pemimpin departemen dan 4 menteri negara. Pada saat yang bersamaan Presiden juga mengangkat Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, dan Juru Bicara Negara.

Namun demikian, dikarenakan situasi dan kondisi Indonesia yang baru merdeka membuat keadaan tidak kondusif, sehingga pelaksanaannya pun belum dapat dijalankan secara murni dan konsekwen.

Kabinet pertama dengan sistem quasi Presidensial sesuai UUD 1945 yang
dibentuk pada 2 September 1945 tersebut mengalami perubahan pada dua bulan setelahnya. Meski mengalami perubahan pada sistem ketatanegaraan dalam praktiknya namun hal tersebut tidak merubah (mengamandemen) UUD 1945.

Menurut Mahfud MD, perubahan sistem pemerintahan ini tanpa mengamandemen Undang-Undang Dasar,6 mengakibatkan terjadi perbedaan antara landasan Konstitusional dengan praktik pelaksanaannya. Perubahan sistem ketatanegaraan ini terjadi setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tahun 1945. Inti dari maklumat ini adalah penyerahan kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (karena pada saat itu belum ada DPR dan MPR).

Pada tanggal 14 November 1945 dikeluarkan lagi Maklumat Pemerintah yang menjadikan dimulainya sistem pemerintahan parlementer, dengan dibentuknya kabinet parlementer pertama yang dipimpin oleh Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Pada saat itu Kabinet dan Perdana Menteri bertanggungjawab kepada KNIP. Sejak saat itulah, sistem pemerintahan presidensial berganti dengan sistem pemerintahan parlementer.

Selama berjalannya sistem ini, UUD 1945 tidak mengalami perubahan secara tekstual. Oleh karena itu sebagian orang berpendapat bahwa perubahan dalam sistem pemerintahan ini melanggar UUD 1945.

Kabinet Parlementer Syahrir hanya bertahan sampai 29 Juni 1946 ketika Soekarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi keadaan darurat. Pada 29 Januari 1948 Soekarno kembali membentuk Kabinet Presidensial dan mengutus Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden untuk memimpin kabinet sehari-hari.

Dikarenakan kondisi keamanan negara yang masih belum kondusif akibat tekanan dari pihak Belanda, Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Republik Indonesia harus bergabung menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Hal ini menyebabkan adanya dua konstitusi yang berlaku secara bersamaan, yaitu Konstitusi RIS dan UUD 1945. Pada tanggal 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Mr. Asaat Datuk Mundo yang sebelumnya menjadi Ketua Badan Pekerja KNI setelah Soekarno menjadi Presiden Negara Federasi. Sedangkan Mohammad Hatta terpilih sebagai perdana Menteri Federasi.

Namun pada tanggal 19 Mei 1950 RI dan RIS mencapai kesepakatan untuk bergabung kembali dalam bentuk Negara Kesatuan. pada 15 Agustus 1950 proklamasi berdirinya kembali NKRI menggantikan Federasi RIS diumumkan di depan DPR dan Senat. Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dan pada hari itu juga, pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali dari Assat kepada Soekarno.

Perdana menteri dalam era UUDS 1950 ternyata tidak menjamin keberlangsungan kabinet menjadi kondusif dan bertahan lama. Ketidakcocokan pun tetap terjadi baik dari segi kebijakan dan program yang dinilai kurang berhasil atau gagal dilaksanakan. Hingga ketidakcocokan ideologi antar pejabat. Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 menjadi titik awal kembalinya Indonesia sebagai penganut sistem pemerintahan presidensial dengan membubarkan konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Sistem Presidensial Korea Selatan

Kemerdekaan Korea pada 15 Agustus 1945 tidak serta merta memiliki pemerintahan mandiri. Kemerdekaan yang diperoleh Korea disebabkan oleh kekalahan Jepang atas sekutu. Seiring berakhirnya Perang Dunia II semenanjung Korea berada dalam kekuasaan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Oleh karena itu PBB membuat rencana administrasi bersama Uni Soviet dan Amerika Serikat, namun rencana tersebut tidak terlaksana. Pada tahun 1948 terbelahlah Korea Menjadi Korea Selatan yang beraliran politik demokrasi liberal, dan Korea Utara yang berideologi komunis.

Korea Selatan juga merupakan negara yang menganut sistem Presidensial. Dalam urusan ketatanegaraannya Korea Selatan adalah Negara Kesatuan sama halnya dengan Indonesia. Korea-pun memiliki sistem pemerintahan yang sama yaitu Presidensial.

Republik Korea dipimpin oleh seorang Presiden yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali dan hanya boleh menjabat selama satu periode saja. Oleh karena itu Presiden petahana ataupun Presiden yang pernah menjabat sebelumnya tidak dapat mengajukan diri kembali di pemilihan umum selanjutnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Korea Selatan dibantu oleh Perdana Menteri. Pemilihan Perdana Menteri dilakukan dengan cara ditunjuk oleh Presiden atas persetujuan dari Majelis Nasional.

Korea Selatan juga menggunakan sistem presidensial campuran. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh parlementer dalam sistem ketatanegaraannya. Untuk kekuasaan eksekutif dimiliki oleh lembaga kepresidenan yang dipimpin oleh Presiden yang didampingi oleh Perdana Menteri. Adapun untuk kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis Nasional (National Assembly) yang berkedudukan sebagai parlemen. Presiden dan Perdana Menteri tidak sepenuhnya bertanggungjawab kepada parlemen. Dalam pemilihan umum, Presiden dipilih oleh rakyat untuk masa jabatan lima tahun tanpa pemilihan kembali. Sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Presiden juga sebagai Panglima tertinggi angkatan bersenjata (militer).

Dalam pelaksanaan pemerintahan, Korea Selatan berpedoman pada Konstitusi Korea Selatan (The Constitution of the Republic of Korea; 대한민국 헌법 [Daehanminggug Heonbeob]) hasil amandemen tahun 1987. Konstitusi ini terdiri atas 130 pasal dan 6 aturan tambahan. Kesemuanya dibagi menjadi 10 bab yaitu: Ketentuan Umum, Hak dan Kewajiban Warga Negara, Majelis Nasional, Lembaga Eksekutif, Lembaga Peradilan, Mahkamah Konstitusi, Manajemen Pemilu, Kekuasaan Lokal, Lembaga Ekonomi, dan Amandemen Konstitusi itu sendiri. Konstitusi Korea Selatan mengatur secara lengkap fungsi, kedudukan, tugas dan wewenang tiap lembaga negara, termasuk dalamnya lembaga kepresidenan sebagai eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden yang dipilih melalui pemilihan umum dan menjabat selama lima tahun dan hanya dapat memimpin dalam satu periode saja. Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh Perdana Menteri yang dipilihnya berdasarkan persetujuan Majelis Nasional. Perdana Menteri bertugas mengawasi para menteri dan mengelola koordinasi kebijakan pemerintah dibawah arahan Presiden. Presiden dan Perdana Menteri dibantu oleh State Council yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Perdana Menteri. State Council berhak untuk memimpin dan mengawasi menteri-menteri administratif, merundingkan urusan-urusan penting dalam negeri, serta mewakili pemerintah di Majelis Nasional. State Council bertanggung jawab hanya kepada Presiden.

Kesimpulan

Indonesia dan Korea Selatan sama-sama menganut sistem Presidensial. Namun demikian, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam pelaksanaannya antara lain:

  • Dalam melaksanakan sistem presidensialnya, Indonesia berpedoman pada ketentuan UUD 1945 yang telah dilakukan amandemen sebanyak 4 (empat) kali dari tahun 1999 hingga 2002. Sedangkan Korea Selatan, berpedoman pada Konstitusi Korea Selatan (The Constitution of the Republic of Korea; 대한민국 헌법 [Daehanminggug Heonbeob]) hasil amandemen tahun 1987.
  • Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia memiliki masa jabatan 5 tahun dan dapat dipilih kembali dengan maksimal jabatan selama 2 periode, sedangkan Korea Selatan hanya memiliki masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat memimpin dalam satu periode saja.
  • Di Indonesia, dalam melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh Menteri dan Menteri ditunjuk secara prerogratif oleh Presiden. Menteri bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sedangkan di Korea Selatan, dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh Perdana Menteri yang dipilihnya berdasarkan persetujuan Majelis Nasional. Perdana Menteri bertugas mengawasi para menteri dan mengelola koordinasi kebijakan pemerintah dibawah arahan Presiden. Presiden dan Perdana Menteri dibantu oleh State Council yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Perdana Menteri. State Council berhak untuk memimpin dan mengawasi menteri-menteri administratif, merundingkan urusan-urusan penting dalam negeri, serta mewakili pemerintah di Majelis Nasional. State Council bertanggung jawab hanya kepada Presiden.
  • Indonesia dalam sejarahnya, pernah melaksanakan sistem Parlementer yakni pada era kepemimpinan Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Namun pelaksanaan sistem parlementer tersebut dianggap tidak sah, karena tidak disertai dengan amandemen UUD 1945. Artinya sistem parlementer saat itu bertentangan dengan konstitusi, hingga pada akhirnya Indonesia kembali menggunakan sistem presidensial sesuai amanat UUD 1945. Tetapi dalam prakteknya, pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia tidak dilakukan secara murni, melainkan masih terpengaruh dengan sistem parlementer. Hal ini dibuktikan, saat era kemepimpinan soeharto, dalam melaksanakan tugasnya Presiden bertanggungjawab kepada MPR selaku lembaga tinggi negara, meskipun akhirnya, lembaga tinggi negara tersebut sudah tidak ada lagi pada UUD 1945 amandemen ke-empat. Sedangkan di Korea Selatan, juga menggunakan sistem presidensial campuran. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh-pengaruh parlementer dalam sistem ketatanegaraannya. Untuk kekuasaan eksekutif dimiliki oleh lembaga kepresidenan yang dipimpin oleh Presiden yang didampingi oleh Perdana Menteri. Adapun untuk kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis Nasional (National Assembly) yang berkedudukan sebagai parlemen. Presiden dan Perdana Menteri tidak sepenuhnya bertanggungjawab kepada parlemen.
  • Pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia dan Korea Selatan, sama sama terpengaruh oleh sistem parlementer dikarenakan adanya faktor sejarah dan kehendak sebagian pejabatnya yang mengadopsi pengaruh-pengaruh sistem parlementer kedalam konstitusi masing-masing negara. Namun, pengaruh sistem parlementer harus memperhatikan kebutuhan dan kehendak rakyat, terutama perlunya adopsi sistem parlementer tersebut diatur secara konstitusional. Sistem presidensial kedua negara harus dilaksanakan secara konsisten dan berpedoman pada konstitusi masing-masing negara.

 

Daftar Pustaka:
1. Fitra Arsil, 2017, cet I, Teori Sistem Pemerintahan: Pergeseran Konsep dan Saling Kontribusi Antar Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara, Rajawali Pers;
2. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011);
3. Johni Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Banyumedia Publishing, 2007;
4. Linte Anna Marpaung, “Analisis Yuridis Normatif Perbandingan Prosedur Pemberhentian Presiden Dalam Masa Jabatannya Antara Indonesia Dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan”, Pranata Hukum, X, No.2;
5. Pamudji, Perbandingan Pemerintahan, (Jakarta:Bina Aksara,1995);
6. Sunarso, Perbandingan Sistem Pemerintahan, (Yogyakarta:Ombak, 2012);

 

 

32 Likes

Author: projustice

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Comment