Projustice.id – Jakarta Teori Hukum Zaman Klasik bersumber dari alam pemikiran yunani kuno, dimana masyarakat pada saat itu memiliki kepercayaan secara mistis dan religi olimpus yang dijadikan pedoman/aturan hidup yang berlaku pada saat itu.
Aliran mistis dipengaruhi oleh alam (kekuasaan yang mengancam) artinya hukum alamlah yang berlaku, manusia yang kuat akan menjadi penguasa atau raja, sedangkan yang lemah akan menjadi budak dari pengusa, penguasa membuat aturan untuk ditaati oleh masyarakat.
Sedangkan aliran Religi Olimpus dipengaruhi oleh ajaran Dewa-Dewi (kekuasaan yang mencerahkan), aturan hidup merujuk pada logos (akal), logos merupakan akal dewa-dewi yang menuntun manusia pada pengenalan akan yang “benar”, “baik”, dan “patut”.
Pada teori hukum zaman klasik terdapat beberapa teori dari para ahli sebagai berikut:
1. Teori Filsuf Ionia – Hukum itu Tatatanan Kekuatan
Teori ini berpandangan bahwa kekuatan merupakan inti tatanan alam. Manusia sebagai bagian dari alam, tidak lepas dari kodratnya tersebut. Hukum merupakan tatanan yang dikuasai logika kekuatan, karena memang berasal dan diperuntukkan bagi manusia-manusia yang siap bersaing dalam kancah kekejaman dan nasib. Oleh karena itu, aturan alam menjiwai aturan hukum.
2. Teori kaum sofis – Hukum Sebagai Tatanan Logos
Bagi kaum sofis, hukum bukan lagi melulu sebagai gejala alam yang telanjang, mereka mengaitkan hukum dengan “moral alam” yakni logos (Semacam roh ilahi) yang memandu manusia pada hidup yang patut. Wujudnya adalah nomos, yang dalam tradisi yunani menunjuk kebiasaan sacral dan penentu segala sesuatu yang baik. Nomos hanya bisa eksis dalam polis (Negara kota di Yunani), diluar polis hanya ada kekacauan. Teori sofis ini sesungguhnya masih mencerminkan bahwa orang yang kuat memegang kekuasaan dan orang kuat memilik peran dalam hukum.
3. Teori Socrates – Hukum Sebagai Tatanan Kebijakan
Menurut Socrates, sesuai dengan hakikat manusia, maka hukum merupakan tatanan kebajikan. Tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan bagi umum. Kebajikan menurut Socrates yaitu pengetahuan, ia menuntut satunya pengetahuan dan tindakan. Jika mengetahui kebaikan, maka seseorang tidak mungkin bermaksud memilih kejahatan.
4. Teori Plato – Hukum sebagai Sarana Keadilan
Hukum dalam teori Plato adalah instrument untuk menghadirkan keadilan di tengah situasi ketidakadilan. Plato merumuskan teorinya tentang hukum sebagai berikut: (1) hukum merupakan tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena yang penuh situasi ketidakadilan, (2) aturan-aturan hukum harus dihimpun dalam satu kitab, supaya tidak muncul kekacauan hukum, (3) setiap UU harus didahului preambule tentang motif dan tujuan UU tersebut, (4) Tugas hukum adalah membimbing para warga lewat UU pada suatu hidup yang saleh dan sempurna, (5) orang yang melanggar UU harus dihukum.
5. Teori Aristoteles – Hukum itu Rasa Sosial-Etis
Menurut Aristoteles, memandang kebenaran sebagai keutamaan hidup. Prinsip keadilan utama yaitu hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang lain, dan memberi kepada tiap orang bagiannya. Karena hukum mengikat semua orang, maka keadilan hukum mesti dipahami dalam pengertian kesamaan.
6. Teori Epicurus – Hukum dan Kepentingan Individu
Menurut Epicurus bahwa suatu sistem hukum dibangun dalam konteks realitas tertentu. Karena itu, setiap analisis terhadap suatu tatanan hukum harus selalu memperhitungkan aspek konteks situasi dibelakang kelahiran tatanan hukum itu. Hukum bertali-temali dengan struktur dan susunan masyarakat dimana hukum itu muncul. Epicurus juga mendorong melalukam semacam kajian komparasi tentang profil hukum dalam berbagai jenis masyarakat.
Sumber:
Buku Teori Hukum “Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi”, Dr. Bernard L. Tanya, SH., MH, Penerbit: Genta Publishing